26 December 2004, dunia sekali lagi tercengang karena gempa bumi, kali
ini sebesar 9,1 skala richter. Gempa bumi ini sangat dahsyat sehingga
menggeser bumi dari porosnya sebesar 1 cm. Kali ini gempanya terjadi di
Indonesia dalam bentuk tsunami, 230.000 orang terbunuh di 14 negara.
8 Oktober 2005, dunia sekali lagi terkejut karena gempa di Kashmir pada
hari Sabtu. Bencana ini menyerang dalam bentuk gempa bumi berkekuatan
7,6 skala richter. Dalam hitungan menit, kawasan itu berubah dari tempat
yang tenang menjadi lautan mayat-mayat. Total korban jiwa sebanyak
75.000 orang, seluruh kota dan desa hancur karena bencana dahsyat ini.
11 Maret 2011, dan kejadian ini baru terjadi, gempa bumi di Jepang,
dunia sekali lagi terkejut karena gempanya membuat gelombang setinggi
38,9 m, menyapu Jepang, menghancurkan 125.000 bangunan. Gempa ini
berkekuatan 9,1 skala richter, korban berjumlah 15.093.
Tapi jangan salah paham saudaraku, tujuanku bukanlah untuk memberitahu kalian tentang statistik dan jumlah korban dari bencana-bencana yang telah terjadi, melainkan untuk membuat kita memahami apa yang bisa kita simpulkan dari kejadian yang menyayat hati dan menyedihkan ini?
Mari kita jawab pertanyaan ini dengan pertanyaan yang lain. Apakah
630.000 orang yang terbunuh oleh bencana yang dahsyat ini menyadari
bahwa waktu mereka telah habis? Apakah mereka terbangun di pagi hari
dengan mengetahui bahwa inilah hari terakhir mereka? Jawabannya adalah
tidak. Karena kematian adalah fenomena yang tak terduga dan tak bisa
diprediksi. Setiap momen bisa menjadi momen terakhir kita.
Misalnya Miklos Feher sang pesepakbola di La Liga, Spanyol. Umurnya baru
24 tahun. Dia bermain sebagai pemain pengganti untuk Benfica, dia
membuat assist untuk satu-satunya goal dalam pertandingan hari itu. Ini
adalah pertandingan sepakbola yang disiarkan langsung di televisi.
Pertandingan sudah di masa injury time, dia mentackle lawan dan
menerima kartu kuning. Seiring kartu kuning ditunjukkan padanya, dia
tersenyum pada wasit, kemudian berbalik untuk melanjutkan permainan.
Tiba-tiba dia membungkuk dan jatuh telentang. Dia meninggal di lapangan
sepakbola. Pemain lainnya melihat dengan perasaan tertekan, sebagian
dari mereka mulai menangis, tapi tangisan itu tidak berguna lagi.
Tidak ada kekuatan apapun yang bisa menunda kematian, apalagi mencegah
kematian. Kenapa? Karena Allah S.W.T. berfirman di dalam Al-Qur’an bahwa
perkara kematian tidak ditunda oleh Allah Ta’ala.
Sekarang kita telah paham fakta bahwa kematian dapat menjemput kita
kapanpun dan dimanapun, pertanyaan berikutnya saudaraku, apakah kita
siap untuk mati? Apakah kita sudah berinvestasi untuk akhirat?
Kesimpulannya, apakah kita hidup untuk dunia atau untuk akhirat?
Mari kita ambil contoh tentang seseorang yang hidup untuk dunia ini. Aku
ingin menceritakan tentang Alexander Agung. Dia dianggap sebagai
jendral terbaik sepanjang masa. Di umur 30 tahun, kekaisarannya adalah
salah satu yang terbesar di bumi. Dia telah menguasai 90% dari dunia
yang dikenal pada masa itu.
Tapi ketika Alexander sedang sakaratul maut dan dikelilingi para
prajuritnya, dia berkata “Wahai pasukan, ketika kau menempatkan tubuhku
dalam peti, maka biarkan lenganku bergantung di pinggirnya dengan
telapak tanganku terbuka lebar.”
Orang-orang di sekelilingnya bertanya apa tujuannya. Dia menjawab “Jadi dunia dapat melihat bahwa akulah orang yang menaklukkan seluruh dunia, tapi hari ini aku meninggalkan dunia tak membawa apa-apa.”
Orang-orang di sekelilingnya bertanya apa tujuannya. Dia menjawab “Jadi dunia dapat melihat bahwa akulah orang yang menaklukkan seluruh dunia, tapi hari ini aku meninggalkan dunia tak membawa apa-apa.”
Inilah akhir dari seorang penguasa yang mempunyai segalanya. Kita harus
sadar saudaraku, kita bisa saja mempunyai rumah paling mewah, pakaian
paling mahal, bisnis paling menguntungkan, mobil paling bagus, jabatan
paling dihormati, pekerjaan bergaji paling besar, gelar paling
mengagumkan, istri paling cantik, tapi ketika kematian datang, semuanya
akan ditinggalkan, dan hanya amal baik yang menemani kita.
Rasulullah S.A.W. dalam hadist Sahih Bukhari yang diriwayatkan Anas R.A.
bersabda "Ketika seorang manusia meninggalkan dunia ini, hanya amal
baik yang bersamanya." Para sahabat R.A sepenuhnya memahami sabda
Rasulullah ini, karena itulah mereka tidak hidup untuk dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar